21 Oct 2012

bagaikan garam di dalam air




oleh Dokter Raka Narzies

Dikisahkan, di sebuah sekolah, tampak seorang murid yang sedang berwajah murung. Sudah berhari-hari, ia selalu menunduk dan sedih, seolah beban berat sangat menghimpitnya. Jika ada tugas yang diberikan dari guru, ia mengerjakan, namun dengan gelisah dan tidak bersemangat. Sang guru yang sudah beberapa hari memperhatikan perubahan itu pun kemudian memanggil ke ruangannya.



"Bapak perhatikan, belakangan ini kenapa kamu selalu tampak murung, Anakku? Bukankah banyak hal indah di kehidupan ini? Kemana perginya wajah ceria dan bersemangat kepunyaanmu dulu?" tegurnya.





"Guru, belakangan ini hidup saya sedang penuh masalah. Sulit bagi saya untuk tersenyum. Masalah datang seolah-olah tidak ada habisnya. Belum satu masalah selesai, sudah muncul problematika lain yang menghadang. Serasa, tak ada lagi sisa untuk kegembiraan dalam hidup saya," jawab si murid sambil tertunduk lesu. Sang guru pun seperti mengerti kegundahan muridnya. Setelah sejenak berpikir, dengan senyum bijaknya, sang guru memerintahkan sesuatu pada si murid. "Nak, ambil segelas air dan satu genggam garam di dapur kantin. Bawalah kemari. Biar Bapak coba perbaiki suasana hatimu itu," ucap guru.



Si murid pun bergegas melakukan permintaan gurunya sambil berharap dalam hati, mudah-mudahan gurunya memberi jalan keluar bagi permasalahan hidupnya. Setibanya di hadapan sang guru, si murid mendapat perintah yang tak disangkanya, "Ambil setengah genggam garam dan masukkan ke segelas air itu, kemudian aduk dan coba kamu minum."



Meski kurang paham dengan permintaan aneh tersebut, karena ingin segera selesai masalah yang dialaminya, maka si murid pun segera melaksanakan perintah sang guru. Selesai minum, wajahnya langsung meringis. "Bagaimana rasanya?" tanya sang guru dengan senyum lebar di bibirnya. "Asin, Guru, tidak enak dan perutku rasanya jadi mual," jawab si murid dengan wajah masih meringis.



Saat masih diliputi tanda tanya dan rasa tidak enak di perutnya, sang guru kemudian kemudian membawa si murid ke danau di dekat sekolah mereka. Danau itu begitu indah, airnya bening karena sumber air alam yang selalu mengairi di situ.



"Sekarang, ambil air garam dan garam yang tersisa di tanganmu dan tebarkan ke danau," perintah sang guru. Si murid dengan patuh memenuhi permintaan gurunya.



"Sekarang, coba kamu minum sedikit air danau itu." Si murid dengan kedua tangannya segera mengambil air di danau dan meminumnya.



"Bagaimana rasanya?" tanya guru.



"Segar, segar sekali," kata si murid. "Pastilah segar Guru, danau ini berasal dari aliran sumber mata air murni pegunungan di atas sana dan airnya mengalir menjadi sungai kecil di bawah sini."



"Terasakah rasa garam yang kamu tebarkan tadi?"



"Tidak, tidak sama sekali Guru. Malahan ini sangat segar dan bisa jadi obat dari air asin yang saya minum tadi," kata si murid sambil mengambil air dan meminumnya lagi. "Tapi, maksud guru apa dengan menyuruh saya melakukan beberapa hal tadi?"



Karena tak ingin membiarkan si murid menebak-nebak maksudnya, sang guru pun berkata, "Nak, segala masalah dalam hidup ini sama seperti segenggam garam. Tidak kurang tidak lebih. Rasa 'asin' sama seperti masalah, kesulitan, penderitaan yang dialami setiap manusia dan tidak ada manusia yang bebas dari permasalahan dan penderitaan. Benar kan?"



"Tetapi Nak, seberapa rasa 'asin' dari penderitaan yang dialami setiap manusia sesungguhnya tergantung dari besarnya hati yang menampungnya. Maka, jangan memiliki kesempitan hati seperti gelas tadi, tetapi jadikan hatimu menjadi sebesar danau sehingga semua kesulitanmu tidak akan mengganggu rasa di jiwamu dan kamu tetap bisa bergembira walaupun sedang dilanda masalah. Nah, mudah-mudahan penjelasan gurumu ini bisa memperbaiki suasana hatimu."

No comments: